AMNESIA SEJARAH PEJABAT KITA Sebelumnya Maaf Bu Menteri, Dengan terpaksa aku berkata, Mungkin agak tajam, tapi demi kebaikanmu dan Indonesia kita, Tentang lidahmu yang tergelincir di mimbar negeri, kau bilang guru hanyalah beban, seperti karung kosong ditaruh di pundak anggaran. Ah, rupanya kau lupa, Bahwa dahulu tangan renta guru yang menuntunmu mengeja huruf, dari abjad hingga angka kas negara, Dan kini engkau bisa duduk di singgasana kebijakan. Maaf, betapa murah kata-katamu, namun mahal air mata para guru, kau ludahi telapak tangan yang pernah menyuapi pikiranmu. Wahai pengidap amnesia sejarah, kau durhaka pada rahim ilmu, pada seragam lusuh di ruang kelas, pada kapur yang habis demi masa depanmu. Aku ingin katakan, bahwa Guru bukanlah beban, merekalah penopang negeri yang ringkih, tercengkeram kebodohan. Sedang kau— beban ingatan bangsa, yang tega menghapus jasa dengan kalimat "Guru telah menjadi beban negara". @. Ma'ruf Abu Said Husein, Simo, 20 Agustus 2025.
DIRGAHAYU REPUBLIK KITA Malam ini...... Di bawah langit yang dulu kelam oleh peluru, Kami berdiri—diam, tertunduk, haru, Mengenang kalian, para tubuh yang rebah Demi mimpi yang kini kami genggam lemah. Terima kasih, wahai jiwa-jiwa yang gugur— Doa kami tak pernah cukup membalas luhur. Tanah ini basah oleh darah dan air mata, Oleh nyanyian ibu yang kehilangan anaknya. Kami tahu, kalian tak menuntut apa pun selain merdeka, Kini Republik kita telah berdiri, megah di atas janji yang mulia. Tuhan, terima kasih atas anugerah ini, Kemerdekaan yang ditanam dengan luka suci. Namun, Sungguh kami malu berkata: "Kami telah menjaga." Sebab di kursi para pejabat negeri, di meja-meja kuasa, Ada tangan-tangan yang tak berhenti mencuri di balik senyap, Mengoyak warisan dengan tawa yang gelap. Di mana hati mereka ketika bendera dikibarkan? Di mana nurani saat sumpah diucapkan? Kami menangis bukan karena perayaan, Tapi karena janji yang pelan-pelan dikhianati zaman. Pejabat berlimp...