IBRAH DIBALIK RAGA YANG TERSIKSA.
Saat tubuh lemah tak berdaya,
bagai perahu reyot dihempas badai,
nafas maju-mundur mengguncang raga,
panas dan dingin bergantian
menyulam perih di setiap hela.
Dingin tak henti mengikat dada,
rasa itu menancap tanpa jeda,
seperti tamu tak tahu waktu,
mengetuk dari dalam,
menggetarkan seluruh ruang jiwa.
Namun di sela detak yang remuk,
aku temukan bisikan halus:
bahwa setiap derita adalah kitab terbuka,
huruf-hurufnya tercetak
dari sabar yang diuji,
dan syukur yang menanti.
Maka, meski raga merintih,
jiwa belajar menunduk,
menyerap hikmah dari luka,
sebab sakit hanyalah pintu
menuju pengertian yang lebih dalam
tentang rapuhnya aku,
dan kokohnya Dia Sang Maha.
@ Ma'ruf Abu Said Husein, Simo, 15 Agustus 2025.
Komentar
Posting Komentar
http://docs.google.com/form/d/e/1FlpQLSccIIPZXwEvXGNfeQuue-SSiD5c0_eMs2LkpRjZpz22WpEG2w/viewform