Langsung ke konten utama

Postingan

MIMBAR PROPAGANDA PERPECAHAN KITA

 *MIMBAR PROPAGANDA PERPECAHAN KITA* Di atas mimbar yang mestinya suci, Lidah-lidah terbakar ambisi, Berjubah ayat, bersorban dalil, Tapi hatinya keruh, tertutup tilil. Mereka yang disebut “ulama”, Namun menabur bara di dada umat, Meruncingkan beda, menyulut cela, Membakar persaudaraan jadi sekam pekat. Tak lagi menjdi penyejuk jiwa, tapi pemantik perpecahan kita, Tak lagi menjadi rahmat, tapi mencetak retak yang terus melebarkan gerak.. Dengan dalih membela kebenaran, Padahal mengais tepuk tangan dan pujian. Tanpa sadar—atau mungkin sadar— Mereka menjadi corong suara koloni, Mengutuk saudara dalam syahadat, seolah musuh yang harus lenyap, Begitu narasi kelabu memenuhi kepala. Propaganda zionis bersampul agama Di mana cinta Rasulmu yang menyatukan ? Di mana hikmah para salaf yang menenangkan ? Kini suara-suara kebencian dijual atas diatas mimbar media sosial, Mengukir luka di hati ummat Islam dunia. Terlebih bagi mereka yang  diatas tanah Gaza. Yang tertindas dan terhalang unt...

SEKUNTUM DO'A DAN PERSAKSIAN JIWA

 SEKUNTUM DO'A DAN  PERSAKSIAN JIWA Waktu Menjelang subuh  tiba,  ketika langit masih berselimut kelam, kutengadahkan tangan dalam sunyi yang dalam. Di antara detak waktu yang beringsut perlahan, kupanjatkan doa, bukan hanya dari bibir — tapi dari keberpihakan. Ya Tuhan, saksikan malam yang belum selesai ini, di mana anak-anak Gaza tertidur di puing-puing mimpi, dan Iran berdiri di antara bara dan badai, membawa lentera kebenaran meski sebagian saudara muslim diam dan berpangku tangan. Aku tahu Engkau Maha Mendengar bisik bumi yang remuk, dan tangis yang tak terekam di layar-layar sunyi. Maka kutitipkan doa ini dalam embun yang pertama turun, jadikan saksi, bahwa aku pernah membela yang tertindas,  Walau hanya dalam do'a, dan dukungan dalam barisan kata-kata.  bukan karena bangsa, bukan karena bendera, tapi karena kebenaran yang Engkau sampaikan di awal segala perkara. Ya Rabb, bila kelak Hari Pembalasan datang, dan timbangan amal dibuka dengan terang, izin...

SUARA NURANI RAKYAT AMERIKA* (Sebuah Refleksi Demonstrasi di Pusat Kota Amerika)

 *SUARA NURANI RAKYAT AMERIKA* (Sebuah Refleksi Demonstrasi di Pusat Kota Amerika) Di jantung kota yang menyala terang, ribuan suara menyatu bagaikan ombak, berarak dari lorong-lorong harapan, menjaga damai dari bara yang hendak membakar. Poster-poster terangkat tinggi ke langit, tertulis: "Jangan serang Iran, kami bukan musuh perdamaian!" Langkah kaki berdentang seperti doa, memecah sunyi gedung-gedung kekuasaan yang tuli. Bendera Iran berkibar  berdampingan dengan tangan rakyat yang menggenggam hati nurani. Di tanah tempat kebebasan konon dilahirkan, justru rakyat bangkit—menantang kebijakan yang membunuh arti. Mereka bukan pembela perang, mereka penjaga kehidupan, yang tahu bahwa rudal tak pernah membawa kedamaian, hanya luka, hanya reruntuhan dan ratapan. Dari New York hingga San Francisco, Gelombang protes dan pekik hak asasi bergema bersatu, menolak mesin perang yang harus darah, dan menyeru: “Bukan atas nama kami, bukan hari ini, bukan selamanya!”. Bahwa kami menolak k...

MEMBONGKAR DUSTA

 MEMBONGKAR DUSTA Di balik layar kaca dan suara gaduh berita, terhampar narasi penuh cela dan prasangka, tentang negeri para penyair dan filsuf tua, Negeri para Mullah,   Pelayan Sang Pencipta. Dan Iran — dijadikan musuh oleh lidah-lidah pendusta. Mereka berkata: "Lihatlah, mereka  ancaman dunia!". "Lihatlah, mereka musuh sejati kita". Padahal mereka sendiri yang menyalakan bara. Dengan tinta fitnah, sejarah pun digores penuh kebencian  seolah yang ada, hanya dendam dan perang. Tapi siapa yang lupa tentang Khayyam dan Hafiz, tentang puisi yang lembut seperti embun pagi ? Siapa yang menutup mata pada suara azan, dan  dan ibu-ibu yang menanak doa dalam diam? Siapa Pembela Palestina,  yang tangisnya tak terdengar bermilyar pasang telinga. Yang dukanya tak terlihat bermilyar pasang mata. Tahukah kita ? bahwa,  Iran bukan sebatas rudal atau embargo, Namun, ia juga bunga yang tumbuh di tengah deru. Mereka adalah Penggenggam risalah Al-Mustafa Yang setia...

RUDAL MERDEKA UNTUK GAZA

 *RUDAL MERDEKA UNTUK GAZA* Langit Timur berdentum keras, rudal-rudal dari tanah Persia menembus malam, menuju tanah kaum koloni tempat para politisi yang telah mengubur nurani. Dan nyawa manusia tak lagi dihargai. Kini mereka ditegur, atau  mungkin di hukum Tuhan. Melalui tangan para Mullah berkebangsaan Iran. Iran, bukan sekadar negara, ia membawa dendam sejarah dan suara dari banyak hati yang remuk di Gaza, dari ibu-ibu yang kehilangan anak, dari pohon zaitun yang ditebang paksa. Serangan itu bukan sekadar senjata, ia adalah seruan: Bahwa darah Palestina bukan barang murah, bahwa setiap luka di Al-Aqsha membangunkan saudara jauh yang tak bisa lagi tinggal diam. Kemerdekaan — bukan sekadar pengibaran bendera, tapi hak berjalan tanpa ketakutan, hak tidur tanpa dentuman, hak berdoa tanpa bayang penjajahan. Ketika rudal dilepas ke langit Israel, yang terbang bukan hanya logam, tapi tekad agar bumi Palestina tak lagi dijarah malam dan siang. Ini bukan akhir, tapi lembar baru sej...

MENGENANG HAJI PERPISAHAN

 *MENGENANG HAJI PERPISAHAN* Di lembah Ghadir, bayang senja menyapa, Langit bersaksi, bumi bergetar hening, Ribuan jiwa berhenti sejenak dari langkahnya, Mendengar sabda terakhir Sang Pembawa Cahaya. Haji Wada’, perjalanan puncak nan suci, Bukan sekadar perpisahan jasad dan waktu, Tapi titian wasiat yang mengguncang hati, Tentang amanah, tentang cinta, dan satu petunjuk yang hakiki. “Wahai manusia,” lirih Nabi memanggil, “Sampaikanlah, bahwa aku telah tinggalkan dua warisan, Al-Qur’an dan Ahlulbait — cahaya yang takkan pudar, Bersama keduanya, kalian takkan sesat selama-lamanya.” Ghadir Khum menjadi saksi langit terbuka, Tangan diangkat, Ali diseru sebagai mawla, Bukan sekadar pujian, tapi ikrar dari langit, Bahwa kepemimpinan bukan warisan dunia, tapi titah Ilahi. Tak ada air mata di hari itu, Hanya gema takbir dan janji yang membumbung, Namun sejarah mencatat dalam sunyi yang panjang, Betapa manusia sering alpa pada pesan yang terang. Kini kita berdiri di antara jejak-jejak itu, ...

PURNAMA DIATAS MADRASAH KITA

 *PURNAMA DI ATAS MADRASAH KITA* (Refleksi Akhirussanah dan Pesan untuk anak-anak Di Madrasah Kita) Di bawah mentari yang tersenyum ramah, kami berdiri, menatap langkah-langkah yang menjauh perlahan. Anak-anak kami, cahaya madrasah, kini waktunya kalian melanjutkan perjalanan. Waktu melukis kalian akan menjadi ribuan kenangan, di sudut kelas, di pojok-pojok halaman, dan  di bait-bait pelajaran. Nak...... Kami telah ajarkan kepadamu bukan hanya ilmu, tapi cinta, adab, dan jalan menuju restu. Hari ini kalian bukan lagi anak-anak kecil, tapi insan muda yang siap menapak takdir. Maka bawalah bekal dari madrasah ini, iman, akhlak, dan cinta ilmu yang tak ada henti. Betapa haru hati ini, dan jiwa pun berkata, “Pergilah, tapi jangan lupakan doa.” Setiap kalian adalah doa yang kami rawat, setiap keberhasilanmu adalah hadiah paling hebat. Langit hari ini terlalu cerah untuk menangis, tapi biarlah mata kami basah dengan tulus yang manis. Karena kalian bukan pergi dari hati kami, hanya b...

MENUNGGU JANJI

   MENUNGGU JANJI Di bawah cahaya rembulan malam Idul Adha, Berpuluh ribu guru swasta non sertifikasi tetap teguh berdiri dengan jasad letih dan doa yang senyap, menyulam harapan dari sisa semangat yang terkadang lenyap Bukan pengorbanan yang mereka sesali, bukan juga waktu yang terus berlari dan berganti  tapi tentang janji-janji yang digantung tinggi, tanpa tali, tanpa tangga, tanpa bunyi. Di antara takbir yang menggema di setiap surau dan masjid kita Mereka tetap menengadah dalam diam, mengingat anak-anak yang mereka bimbing, saat mereka sendiri nyaris remuk redam dalam gersang. Kesejahteraan guru swasta...Itu kata manis yang kerap dijanjikan,  tapi hilang jejaknya di labirin kebijakan. Apakah pengabdian harus terus diuji, dengan sabar yang makin tipis tiap hari? Guru swasta bukan meminta lebih dari semestinya, hanya menanti hak yang dijanjikan tiba. Sebab guru juga manusia, yang punya keluarga, cita, dan belanja. Namun malam ini, Mereka tetap be...

SILATURRAHMI

SILATURRAHMI  Diatas kendaraan roda dua terus melaju Di bawah naungan langit penuh keberkahan. Menuju Pondok pesantren, taman ilmu nan lapang, Tempat jiwa-jiwa muda menempa keteguhan. Salam terucap hangat dari bibir berseri, Tangan-tangan bersatu dalam erat silaturahmi. Sohibul Ma'had menyambut dengan senyum suci, Menjadi cermin akhlak dan hati yang bersih. Sayup-sayup bacaan ayat Al-Qur'an merdu terdengar, Menembus kalbu, menyejukkan setiap jiwa yang mendengar. Kitab - kitab kuning itu menjelma menjadi cahaya, Menyinari jiwa-jiwa dalam hidup bijaksana Para ustadz menutur petuah berharga, Laksana mata air di tengah dahaga. Kami datang bukan hanya membawa rindu, Tapi juga ingin bertukar dan berbagi ilmu Silaturahmi ini bukan sekadar kunjungan, Ia jembatan hati, dan pengikat persaudaraan. Untuk temukan ketenangan, Dan harapan tumbuh dalam kedamaian. Serta memberi solusi untuk majunya Madrasah-Madrasah kami. Semoga setiap nafas dan tutur kata dalam Musyawarah kita Menjadi ladang p...

HEMBUSAN FITNAH DI LAYAR KITA

 HEMBUSAN FITNAH DI LAYAR KITA Dalam sunyi layar yang memancar terang, Hembusan angin datang tanpa suara. Bukan harum wangi atau sejuk tenang, Tapi fitnah yang menari dalam kata. Ia menyelinap lewat jempol yang gesit, Menyulut bara dari sekam prasangka. Satu kalimat, sepotong bait, menjadi badai di dunia maya. Tak dikenal, tak disapa, Namun dihakimi seolah nyata. Kebenaran dikubur, Oleh komentar yang penuh luka. Fitnah bukan sekadar dusta, Ia racun yang lambat membunuh jiwa. Prasangka bukan sekadar sangka, Ia kaca retak yang tak lagi jernih menangkap bayang benda-benda. Kita ering lupa bahwa di balik avatar, Ada hati yang juga bisa hancur. Bahwa setiap unggahan dan ujar, Dapat menjadi peluru yang tak terukur. Maka, wahai jemari yang menulis dan membagi, Berhentilah sejenak dalam sunyi. Timbanglah kata sebelum terbang tinggi, Agar angin media sosial tak menjadi topan yang abadi. @  M. Abu Said Husein, Simo, Kamis, 8 Mei 2025.

IN MEMORIAM BAPAK NURUL HUDA

IN MEMORIAM BAPAK NURUL HUDA (Pengawas/ Pendamping Madrasah Kab Boyolali). Lima bulan lalu,  Tepat di tanggal 9 Oktober lalu kita bersua dalam canda. Diatas Rumah Apung sederhana. Semangatmu masih tampak menyala. Mendorong untuk majunya Madrasah swasta. Kini engkau telah kembali kepada Sang Maha. Tugas penghambaan di dunia telah purna. Dalam batas waktu yang tidak kita ketahui. Dalam keadaan, yang kita tak sanggup memprediksi. Selamat jalan Bapa Sebagai saudara dalam satu jiwa Dari tempat yang berbeda. Aku hanya mampu menyumbang dengan kidung do'a. Semoga engkau mendapatkan tempat yang mulia di sisi Sang Maha. Damai dan bahagia di alam penantian Dalam ridha dan ampunan Tuhan. Hingga memasuki "Nirwana". Bersama para Pecinta Al-Mustafa. Bi wasilati qira'ati al-fatehah semoga do'a ini diijabah Sang Maha.

SONOLAYU BERSAKSI

SONOLAYU BERSAKSI Di hamparan rumput Sonolayu Aku dengar semangat menyala dan bergema Sebagai tekad untuk Indonesia berjaya Dalam satu aksi moderasi beragama Dari Kementerian Agama Boyolali kita. Dari pojok Sonolayu Aku dengar pidato sederhana Dengan semangat menjuntai ke angkasa Pidato ingatkan perbedaan sebagai keniscayaan Dan Keragaman sebagai sebuah kekuatan Dengan moderasi beragama sebagai jembatan Menuju Indonesia emas, yang telah dicita-citakan Sinar pagi memompa semangat bersama Menyapu segala bentuk prasangka Mengajak untuk melihat dengan mata terbuka  Tentang Nusantara kita Indah bagai lukisan penuh warna Ribuan suku bangsa  Ribuan ragam bahasa  Dan beragam kepercayaan dan agama Tertoreh indah dalam kanvas Nusantara  Dalam harmoni rukun antar sesama.  Dari pojok gerbang Sonolayu Aku dengar cintamu Aku saksikan semangatmu Lima ribu Warga Kementerian Agama Boyolali suarakan amanat untuk rukun dan bersatu.  Dan Sonolayu menjadi saksi atas cintamu. 🟢...

SELAMAT MILAD KE-112

 SELAMAT MILAD KE -112 Waktu  terus melaju Tak terasa telah Satu abad lebih dua belas tahun usiamu. Engkau lebih tua dari Republik kita. Dan tak terhitung kontribusimu untuk bangsa. Dari Kauman Yogyakarta engkau bermula. Berjalan Pelan tapi pasti Engkau tebarkan pencerahan ke seluruh penjuru negeri. Nama besarmu terbangun dari kesalehan. Untuk kemajuan dan kemanusiaan. Untuk Indonesia kita berjaya Untuk Islam sebagai rahmat semesta. Dalam usiamu yang semakin tua. Kiprahmu semakin terlihat jelas dan nyata. Untuk Indonesia Raya. Untuk Islam berjaya Untuk kemanusiaan di seluruh belahan dunia. Fajar pencerahan terus engkau pancarkan Tak rapuh termakan usia. Tetap tegar dan  Tak terkoyak, serta terus memancar. Walau tangan-tangan oportunis tak berhenti mencakar.  Walau para hipokrit terus menerus merusak nalar Di hari lahirmu aku berkata Selamat milad kereta kita Untuk terus memperbaharui tekad bersama. Di seratus dua belas tahun usia  Semoga Engkau terus berjaya. Un...

HARAMKAH ENGKAU SEJAHTERA ?

 HARAMKAH ENGKAU SEJAHTERA ?  Dengan pelan engkau kayuh sepeda tua. Dan berjalan kaki lalui belantara. Engkau tak pernah menyerah melawan lelah.  Dan engkau terus berusaha membunuh resah. Cita mulia menghiasi dada Mengajarkan anak-anak Indonesia tentang huruf-huruf dan angka.  Juga melatih kemampuan mereka dalam berbahasa  Dalam bingkai etika Nusantara.  Demi Indonesia berjaya Walau besar gajimu, tak cukup untuk makan dalam tujuh hari.  Namun kerjamu tak berbeda dari guru Pegawai negeri. Engkau tetap menjalani dengan cinta.  Demi Indonesia berjaya.  Dalam diam aku bertanya  "Haramkah engkau sejahtera ?.  Karena tak tergolong Pegawai negara. Haramkah engkau berposisi sama, sesama Pembangun SDM Bangsa ? Bukankah berjuta tokoh nasional kita lahir dari rahim sekolah swasta ?. Entalah....... Aku tak mengerti, Kemana nalar penguasa negeri pergi ? Dan dimana rasa kemanusiaan mereka bersembunyi ? # Ma'ruf Abu Said Husein, Simo, 5 November 2...

TUANKU LIHATLAH SUPRIYANI-SUPRIYANI KITA

TUANKU, LIHATLAH SUPRIYANI-          SUPRIYANI KITA Wahai tuan-tuan calon penguasa Tahukah engkau tentang Pahlawan baru kita Supriyani namanya Ikon guru terzalimi di tanah Republik kita  Supriyani...... Guru SD bukan pegawai negeri Telah lebih dari lima belas tahun mengabdi Ia langkahkan kaki setiap pagi Untuk sirami tunas-tunas negeri Semua untuk majukan SDM bangsa kami  Walau satu bulan gajimu Tak cukup untuk makan tujuh hari Namun engkau tetap tabah menjalani Sebagai bentuk cintamu untuk anak-anak negeri. Mendadak hati kami tergores luka Saat mendengar kabar tentangmu di rundung duka Engkau yang gigih menanamkan benih etika dalam hati anak-anak bangsa Justeru dijerat denda lima puluh juta Atas dakwa, dan prasangka tanpa fakta Aku melihat berjuta Supriyani  Terseok-seok di berbagai pelosok negeri Tertindas oleh sistem, dan tergilas oleh roda ekonomi Dalam hati aku bertanya-tanya  Adakah penghargaan baginya, yang telah berjasa ? Begitu aku b...

SUPRIYANI BUKAN PEGAWAI NEGERI

 SUPRIYANI BUKAN PEGAWAI NEGERI Supriyani...... Guru SD bukan pegawai negeri Telah lebih dari lima belas tahun mengabdi Ia langkahkan kaki setiap pagi Untuk sirami tunas-tunas negeri Semua untuk majukan SDM bangsa kami  Walau satu bulan gajimu Tak cukup untuk makan tujuh hari Namun engkau tetap tabah menjalani Sebagai bentuk cintamu untuk anak-anak negeri. Mendadak hati kami tergores luka Saat mendengar kabar tentangmu di rundung duka Engkau yang gigih menanamkan benih etika dalam hati anak-anak bangsa Justeru dijerat denda lima puluh juta Atas dakwa, dan prasangka tanpa fakta Aku melihat berjuta Supriyani  Terseok-seok di berbagai pelosok negeri Tertindas oleh sistem, dan tergilas oleh roda ekonomi Dalam hati aku bertanya-tanya  Adakah penghargaan baginya yang telah berjasa ? Begitu aku bertanya kepadamu para Penguasa Atau tak perlu ada ? Atau biarlah guru honorer dan guru swasta meregang nyawa  Atau biarlah guru honorer sekarat dan tak berdaya Selanjutnya teta...

PESAN DARI KAMI

PESAN DARI KAMI  Dari detik ini Dari hari ini  Dari Bulan ini  Engkau telah resmi Sebagai Pemimpin sebuah negeri. Setelah pelantikan itu terjadi Layaknya seorang Politisi ternama Maka, aku juga turut ucapkan selamat untuk Tuan berdua Walau aku bukan siapa-siapa Bukan kerabat jauh, apalagi saudara dalam genetika Namun, aku dan engkau berdua  Adalah sama sebagai sebuah Bangsa Yaitu, Indonesia tercinta Negeri Indonesia kita  Adalah Negeri dengan beragam agama Negeri dengan beragam seni dan budaya Maka satukanlah mereka dalam cinta Harapan anak-anak negeri bertumpu kepadamu Engkau tak sekedar presiden Partai Gerindra Tetapi, engkau presiden dan Wakil Presiden Indonesia Kami ucapkan Selamat kepada engkau berdua Bapak Prabowo dan Mas Gibran Rakabuming Raka Telah resmi sebagai Pemimpin Indonesia Maka, dengarkan pesan kami rakyat Indonesia Bersikaplah adil untuk semua Membuka kritik dari siapa saja Dan tidak otoriter, tetapi bijaksana Dalam setiap kebijakan, maupun impl...

POLITIK SERIBU WAJAH

 POLITIK SERIBU WAJAH Entah mengapa ? Engkau beli "Kitab hitam" itu. Entah telah berapa Bab engkau membaca. Dan mengimplementasikan dalam dunia politik kita. Engkau telah miliki "ajian seribu wajah". Dari "wajah Drakula" hingga "wajah pendeta". Hingga kami menjadi tak mengerti. Yang mana strategi ?. Dan yang mana jati diri ? Wajah dan gerakmu tampak tak ada beda. Dalam mimbar-mimbar politik. Maupun aksi nyata di PEMILU kita. Kami tak mengerti  Sungguh kami tak mengerti. Antara "hipokrit" dan "jati diri" Maka lahir prasangka di dada kami. Telah "buram" mata kami memandang. Semua warna menjadi sama. Tak lagi ada warna biru  Tak lagi ada warna hijau Dan tak lagi ada warna lainnya. Kecuali abu-abu yang tampak di mata. @ Ma'ruf Abu Said Husein, Simo, 27 Sept 2024 waktu pagi.

NASAB KITA

 NASAB KITA Nasabku Nasabmu Nasab kita, adalah sama Nasab dari bapak Adam dan Ibu Hawa Nasabmu Nasabku Dan nasab kita adalah sama Bukanlah dari nasab monyet atau pun kera Aku ..... Kamu...... Dan kita ...... Tak ada yang lebih mulia Kecuali dalam takwa kepada Sang Maha Kecuali dalam kebaikan, dan hormat untuk sesama Engkau Kyai..... Engkau Habib..... Atau Sayyid....... Atau siapa saja Adalah mulia ketika takwa menjadi jiwa Ketika kasih dan kebaikan untuk sesama menjadi jubahnya.  Engkau Kyai...... Engkau Habib...... Atau Sayyid....... Atau siapa saja Akan menjadi ternista Ketika kejahilan bertahta dalam jiwa. Ketika lisan tidak terjaga dan suka menghina Dan ketika empati terhadap sesama tak lagi ada @ Ma'ruf Abu Said Husein, Simo, 16 Juni 2024. 

SELAMAT MILAD MUHAMMADIYAH KE 115 H

  SELAMAT MILAD MUHAMMADIYAH KE-115 H Muhammadiyah itu namamu Engkau ......... Satu dari dua Benteng utama Peradaban Nusantara Benteng Republik Indonesia tercinta. Engkau telah cukup tua dalam usia. Seratus lima belas dalam hitungan tahun hijrahnya nabi  Sejak Muhammadiyah berdiri Dalam seratus lima belas tahun usia usia Engkau setia dan ikhlas membangun Indonesia. Dengan berpuluh ribu lembaga pendidikan Anak-anak bangsa engkau cerahkan. Dengan ribuan Rumah sakit. Anak-anak Bangsa engkau sehatkan.  Maka...... Terimakasih aku ucapkan dengan cinta Aku berharap dan berdoa Kiprah mu lestari sepanjang masa. Wisdom tetap menjadi jiwa. Dengan Al-Qur'an sebagai Panduan utama. Bersama cahaya Muhammad al-Mustafa yang tertancap di dada. Tetaplah moderat dalam pemikiran Tetaplah moderat dalam aksi di tengah kemajemukan. Tetaplah menjadi pencerah peradaban  Dan tetaplah menjadi pelindung kemanusian Dalam semesta yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Jangan izinkan fanatisme me...