*MENGENANG HAJI PERPISAHAN*
Di lembah Ghadir, bayang senja menyapa,
Langit bersaksi, bumi bergetar hening,
Ribuan jiwa berhenti sejenak dari langkahnya,
Mendengar sabda terakhir Sang Pembawa Cahaya.
Haji Wada’, perjalanan puncak nan suci,
Bukan sekadar perpisahan jasad dan waktu,
Tapi titian wasiat yang mengguncang hati,
Tentang amanah, tentang cinta, dan satu petunjuk yang hakiki.
“Wahai manusia,” lirih Nabi memanggil,
“Sampaikanlah, bahwa aku telah tinggalkan dua warisan,
Al-Qur’an dan Ahlulbait — cahaya yang takkan pudar,
Bersama keduanya, kalian takkan sesat selama-lamanya.”
Ghadir Khum menjadi saksi langit terbuka,
Tangan diangkat, Ali diseru sebagai mawla,
Bukan sekadar pujian, tapi ikrar dari langit,
Bahwa kepemimpinan bukan warisan dunia, tapi titah Ilahi.
Tak ada air mata di hari itu,
Hanya gema takbir dan janji yang membumbung,
Namun sejarah mencatat dalam sunyi yang panjang,
Betapa manusia sering alpa pada pesan yang terang.
Kini kita berdiri di antara jejak-jejak itu,
Menggenggam makna dari khutbah perpisahan agung,
Haji Wada’ bukan hanya tentang akhir perjalanan,
Tapi awal kesetiaan sejati pada amanah Tuhan.
@. Ma'ruf Abu Said Husein, Salatiga, 15 Juni 2025.
Komentar
Posting Komentar
http://docs.google.com/form/d/e/1FlpQLSccIIPZXwEvXGNfeQuue-SSiD5c0_eMs2LkpRjZpz22WpEG2w/viewform